Mobil Bensin Dapat Disulap Jadi Mobil Listrik di AS
Tangerang - Menghadapi elektrifikasi kendaraan bermotor, negara berkembang seperti Amerika Serikat melakukan berbagai upaya. Bahkan bagi warga yang memiliki kendaraan berbahan bakar fosil diperbolehkan memodifikasi kendaraannya menjadi bertenaga listrik.
Hal itu dapat dilakukan karena Amerika Serikat memberikan kebebasan pada warganya atas apapun yang dilakukan pada kendaraan mereka.
"Secara regulasi ada tentang konversi di US. Begitu keluar diler semua tanggung jawab customer atau resiko sendiri dengan manufaktur menyediakan Incomplete Vehicle Design," ujar pakar Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Sigit Puji Santosa dalam seminar "Challenge of Future Vehicle Technology and Regulation di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019, ICE BSD, Tangerang, Selasa (23/7/2019).
Ia juga menjelaskan mobil yang telah melewati modifikasi tersebut tak perlu lagi melakukan uji tipe. Setiap perubahan yang dilakukan pada kendaraan sudah menjadi resiko pemiliknya.
"Nggak ada uji tipe, begitu keluar diler tanggung jawab konsumen masing-masing, mereka ambil resiko sendiri," kata Sigit.
Untuk Indonesia sendiri tampaknya cara tersebut tak bisa diadaptasi. Alasannya praktik tersebut masuk dalam kategori modifikasi yang mana masih sulit berdasarkan regulasi di Indonesia. Dilansir detik.com pada kesempatan yang sama, Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Kementrian Perhubungan, Dewanto Purnachandra mengaskan hal tersebut.
"Peraturan yang ada elektrifikasi harus uji tipe kembali. Ada syarat merubah spek dari ICE (Internal Combustion Engine) ke EV (Electric Vehicle), harus mendapat rekomendasi dari APM-nya. Memang juklak modifikasi belum ada," papar Dewanto.
Uji tipe pun juga akan berkaitan erat dengan Standar Nasional Indonesia. Perubahan yang dilakukan tentunya juga akan mempengaruhi keselamatan dari suatu kendaraan.
"Pada dasarnya yang diwajibkan itu ada dua, pertama masalah keselamatan. Kedua ini risikonya tanpa kecuali baik itu industri kecil maupun industri besar. Impact Assessment itu penting sekali dikaji secara ilmiah oleh pakar. Ini berlaku untuk umum," tegas Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya dalam kesempatan yang sama.dc/ks